AWAL PENGINJILAN
Awal bertumbuhnya jemaat GKPB desa Galungan yang dipelopori oleh seorang yang gagah berani dan berwibawa yang bernama I Ketut Patra alias Pan Mastri yang mempunyai pengaruh bagi desa Galungan. Pada tahun 1962 orang tersebut mendapat musibah yaitu hukuman pidana karena dituduh menipu oleh seorang berkebangsaan arab dari Singaraja. Dia meminjam uang untuk modal usaha kepada orang arab itu, tetapi ia tidak bisa mengembalikan uang itu tepat pada waktunya maka ia dihukum didalam penjara selama 2 tahun di Singaraja.
Pada tahun 1963 mulailah injil masuk kedesa Sangsit dan desa Abasan yang dipimpin oleh pak Wayan Wijaya, dan pak Swana Karyana. Pak Wayan Wijaya itu adalah seorang pengacara yang pertama kali menerima injil di desa Sangsit. Pak Wayan Wijaya merupakan anak dari pak Moder. Pak Moder adalah kawan baiknya I Ketut Patra, maka dari hal tersebut diatas mendengar Pan Mastri kena hukuman pidana di Singaraja, maka pak Wayan Wijaya bergegas ke penjara untuk menjengguk dan bertemu langsung dengan Pan Mastri, disanalah mereka bersanda gurau/berdialog untuk mencari celah untuk ber-PI ( Pelayanan Iman ) dan sambil memberi pertolongan, secara hukum pidana dan secara rohani melalui Yesus Kristus yang mampu menolong semua orang. Sebab Yesus adalah juruslamat dunia dan berkuasa menghidupkan orang mati dan sebagainya. Disanalah Pan Mastri sangat tertarik untuk PI , sebab Pan Mastri ingin segera lepas dari hukuman penjara dan lepas dari hukuman dosa yang sudah diperbuatnya pada hari hari sebelumnya. Maka dari hal itu pak Wayan Wijaya meyakinkan dengan tegas dan bertanya apakah bapak benar benar mau menjadi orang kristen, jika bapak mau saya sanggup menolong bapak agar lepas dari penjara, maka pada awal tahun 1994 dia bebas dari penjara, lalu pulang dengan senang hati. Setelah sampai dirumah ia disambut oleh sanak saudaranya karna rasa.
Pan Mastri mempunyai 2 istri, dan nama istrinya yang pertama adalah Ni Ketut Putri, yang mempunyai 3 anak,1 laki-laki yang bernama Nyoman Teken/Nyoman Daniel,dan 2 orang anak perempun yang bernama Ketut Warsi dan Ketut Mariam. Dan istrinya yang kedua bernama Ni Cening Nastri. Yang mempunyai 3 anak, yaitu I Nengah Rasa, I Ketut Sukanada dan I Gede Tantra.
Setelah Pan Mastri berada dirumah selama satu hari ,banyak saudara-saudaranya dan andai toladan menjenguknya, saat itulah Pan Mastri dapat kesempatan untuk menceritakan pengalaman-pengalamannya sewaktu dipenjara sampai ia bisa keluar dari penjara yang ditolong oleh pak Wijaya yang berasal dari desa Sangsit yang beragama kristen. Pada saat itulah Pan Mastri menyatakan diri untuk percaya kepada Tuhan Yesus serta memeluk/mengikuti agama kristen.
Pada esok harinya Pan Mastri berkunjung ke rumah menantunya yang bernama I Nengah Wenten, suami dari Ni ketut Warsi, lantas disambut dengan baik dan dijamu dengan makanan dan minuman, setelah makan dan minum Pan Mastri menceritakan pengalamannya waktu dipenjara, sangat menderita dan sangat tertekan, sesudah itu baru ia menyatakan diri bahwa ia sudah menganut agama kristen I Nengah wenten sangat terkejut dan binggung karena ia belum mengerti lalu I Nengah Wenten spontan menjawab: “jika bapak beralih ke agama kristen bagaimana nanti dengan masyarakat disini kita pasti akan dimusuhi dan dikucilkan oleh banyak orang, dan bagaimana tentang hubungan kita dengan leluhur kita, nanti pasti kita akan dihukum secara niskala.” Setelah itu Pan Mastri manjawab dengan tenang paling kita diasingkan hanya sementara waktu dan leluhur kita tidak punya kuasa untuk menghukum kita karena kita sudah dilindungi oleh Tuhan Yesus yang membebaskan kita dari hukuman dosa, dan hubungan antara orang mati dengan orang tidak bisa lagi dilakukan karena hidup kita sudah mereka secara rohani. Setelah itu pan mastri pulang kerumahnya dan I Nengah Wenten berpikir-pikir mengingat waktu dia dipenjara di Surabaya, bahwa ia pernah membaca buku kristen yaitu alkitab kecil.
Pada suatu hari tepatnya dibulan maret 1964 datanglah temanya pan Mastri yang bernama pak Wayan Wijaya dari desa Sangsit menbawa buku injil lalu diberitakanyalah injil itu kepada Pan Mastri, buku tersebut berbahasa Bali “perjanjian lawas lan perjanjian anyar” dan ada juga yang berbahasa indonesia ditambah dengan kidung pemuji dengan berbahasa bali. Lalu semuanya diterima oleh Pan Mastri dengan senang hati, oleh karena Pan Mastri itu buta huruf, dia tidak kehilangan akal, maka dicarinyalah saudara saudaranya terdekat untuk diajak mempelajari injil itu. Orang orang yang pertama diajak untuk mempelajari injil itu adalah I Ketut manggih alias Pan Diapa, I Ketut Wanta alias Pan Rawi, I Ketut Santika alias Pan Raki, I Nengah Wenten alias Pan Wenten, I Ketut Cantik alias I Ketut Yokanan, I Nyoman Teken alias I Nyoman Daniel.
Inilah cikal bakal pengikut kristus yang pertama yang meneruskan perjuangan sangat gigih untuk menghadapi tantangan yang bermacam macam dari desa adat dan masyarakat.
Setelah Pan Mastri melihat banyak mendapat anggota lalu ia pergi ke desa Sangsit untuk bertemu dengan pak Wayan Wijaya untuk membawa berita bahwa sudah banyak orang yang mau belajar tentang buku injil itu, lalu mereka berdua berunding untuk mencarikan sumbangan kesinode dan mencari guru untuk mempelajari tentang agama kristen, lalu mereka bersama sama pergi kekantor sinode GKPB di peyobekan Denpasar. Pada saat itu sinode dipimpin oleh ketuanya I Ketut Sweca DS, sekretarisnya Pdt I Ketut Daniel DS, bendaharanya Pdt I Gusti Putu Wikandra, maka diterimalah ke dua orang itu dengan senang hati lalu diberikannyalah sumbangan yang berupa gandum, susu, minyak, dan kain. Sebab pada saat itu pas musim paceklik atau busung lapar karena kekurangan makanan, musibah ini disebabkan oleh terjadinya bencana alam gunung agung meletus pada tanggal 23 maret 1963 tepatnya pada raya penampahan Galungan, seluruh warga Bali kena krisis pangan atau dalam bahasa balinya SAYAH. Oleh karena bencana alam itu adalah suatu kesempatan yang bagus untuk memberitakan injil, semuanya itu merupakan sebagai pembukaan pembukaan injil atau ber PI
Maka pada bulan oktober 1964 dikirimkanlah tenaga pengajar agama oleh majelis sinode ke desa Galungan, diantaranaya Pdt Lettu I Nengah Simon DS dan I Made Sudira DS M Th. Maka diberikanlah pelajaran selama 6 bulan dan dilaksanakan setiap hari selasa malam tiap minggu sekali dan seterusnya makin lama makin banyak orang yang mengikuti pelajaran itu hingga mencapai 22 KK dan penginjilan itu sampai juga melebar ke desa desa lain diantaranya :
1.Ds.Lemukih
2.Ds Bebetin,Tabang
3.Ds.Manuksesa
4.Ds.Sangborni
5.Desa Pakisan
6.Desa Sudaji
7.Desa Sawan
TATA LETAK DESA GALUNGAN
Desa Galungan adalah sebuah desa yang sangat indah, desa yang terletak dan dikelilingi pegunungan dan juga bukit, Letaknya kurang lebih 20 km dari pusat kota Singaraja. Desa ini merupakan desa tertinggi diantara desa desa yang ada disekitarnya. Desa ini berada di kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng.
Topografi
BATAS WILAYAH DESA
Sebelah utara Desa Sekumpul
Sebelah selatan Desa Tambakan
Sebelah timur Desa Pakisan
Sebelah barat Desa Lemukih
LUAS DAN PEMANFAATAN
Luas Wilayah Desa :916,04 Ha
Luas Pemukiman : 42,50 Ha
Luas Persawahan :125,54 Ha
Luas Perkebunan :732,00 Ha
Luas Kuburan : 2,00 Ha
Luas Pekarangan :111,00 Ha
Prasarana Umum lainnya :2 Ha
JARAK DESA
Kekecamatan :16 Km
Kekabupaten :22 Km
Keprovinsi :107 Km